BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Air
merupakan kebutuhan pokok bagi setiap makhluk hidup di dunia ini termasuk
manusia. Tanpa air, manusia akan mengalami kesulitan dalam melangsungkan
hidupnya, maka dari itu pengelolaanya harus diatur sedemikian rupa sehingga
dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Air adalah sumber daya nasional
yang menyangkut hajat hidup orang banyak, maka pengolahannya dipegang oleh
pemerintah. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat (3), yang berbunyi
sebagai berikut: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Dalam
Pasal 10 UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa daerah
berwenang untuk mengelola sumber regional yang tersedia di wilayahnya dan
bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sebagai bentuk penyerahan sebagian urusan pemerintah di
bidang pekerjaan umum kepada daerah, maka pelayanan air minum diserahkan kepada
Pemerintah Daerah. Selanjutnya, melalui Peraturan Daerah pelaksanaannya
diserahkan kepada sebuah instansi. Dalam hal ini instansi yang menangani adalah
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dimana PDAM merupakan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD).
PDAM Tirta Anoa sebagai salah satu BUMD Di Kota Kendari yang
bergerak di bidang jasa penyediaan air bersih harus mencukupi kebutuhan
masyarakat akan air bersih, meliputi penyediaan, pengembangan pelayanan sarana
dan prasarana serta distribusi air bersih, sedang tujuan lainnya adalah ikut
serta mengembangkan perekonomian guna menunjang pembangunan daerah dengan
memperluas lapangan pekerjaan, serta mencari laba sebagai sumber utama
pembiayaan bagi daerah.
Untuk
menjalankan fungsi di atas sangat dibutuhkan suatu kondisi perusahaan yang sehat,
baik dalam arti ekonomi maupun dalam arti sosial, sehat dalam arti ekonomi
dapat diukur kinerja ekonomi yang umumnya digunakan dalam menilai kesehatan
atau kinerja perusahaan, sedangkan sehat dalam arti sosial di ukur dari tujuan
perusahaan dalam kaitanya dengan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu,
PDAM Tirta Anoa dituntut untuk mampu mengatasi keluhan-keluhan masyarakat yang
menjadi pelanggan PDAM dan karyawan serta dapat melakukan segala upaya
perbaikan dan penyempurnaan dalam meningkatkan kualitas pelayanan air bersih
yang telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat.
Berdasarkan laporan penerima pengaduan yang diperoleh di PDAM
Tirta Anoa Kota Kendari pada bulan Desember 2014 menunjukkan bahwa keluhan
pelanggan yang sering masuk adalah distribusi air yang tidak lancar, pembayaran air melonjak serta adanya
kebocoran pipa. Dari banyaknya keluhan pelanggan yang masuk, air yang tidak
mengalir menjadi masalah yang sering muncul selain masalah kebocoran pipa.
Tentu saja ini menjadi perhatian serius oleh perusahaan untuk menangani masalah
tersebut, karena kepuasan pelanggan menjadi perhatian untuk organisasi publik
Tidak
hanya pelanggan yang menjadi perhatian, namun kinerja dan kesejahteraan karyawan
juga menjadi bahan pertimbangan dalam perusahaan. Karena organisasi tidak akan
berjalan tanpa adanya karyawan yang melakukan pekerjaan. Salah satu penyebab menurunnya
kinerja karyawan pada Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) Kota Kendari adalah adanya penunggakan gaji
karyawannya. Banyaknya karyawan yang dipekerjakan membuat perusahaan daerah itu
kesulitan membayar gaji.
Masalah gaji pegawai, distribusi air
ke pelanggan hingga utang PDAM Kota Kendari merupakan persoalan yang terus
melilit.
Dari persoalan tersebut maka diperlukan langkah-langkah untuk perbaikan dengan
cara penentuan strategi dalam pengelolaan usahanya. Penentuan strategi akan
dijadikan sebagai landasan dan kerangka kerja untuk mewujudkan sasaran-sasaran
kerja yang telah ditentukan oleh manajemen. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
alat untuk mengukur kinerja sehingga dapat diketahui sejauh mana strategi dan
sasaran yang telah ditentukan dapat tercapai.
Penilaian
kinerja memegang peranan penting dalam dunia usaha, dikarenakan dengan
dilakukanya penilaian kinerja dapat diketahui efektivitas dari penetapan suatu
strategi dan penerapanya dalam kurun waktu tertentu. Penilaian kinerja dapat
mendeteksi kelemahan atau kekurangan yang masih terdapat dalam perusahaan,
untuk selanjutnya dilakukan perbaikan dimasa mendatang.
Selama ini yang umum dipergunakan dalam perusahaan adalah
pengukuran kinerja tradisional yang hanya menitikberatkan pada sektor keuangan
saja. Pengukuran kinerja dengan sistem ini menyebabkan orientasi perusahaan
hanya pada keuntungan jangka pendek dan cenderung mengabaikan kelangsungan
hidup perusahaan dalam jangka panjang. Pengukuran kinerja yang menitikberatkan
pada sektor keuangan saja kurang mampu mengukur kinerja harta-harta tak tampak
(intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia)
perusahaan. Selain itu pengukuran kinerja dengan cara ini juga kurang mampu
bercerita banyak mengenai masa lalu perusahaan, kurang memperhatikan sektor
eksternal, serta tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih
baik (Kaplan dan Norton, 1996).
Robert S. Kaplan dan David P. Norton dalam sebuah artikel
berjudul “Balanced Scorecard – measure That Drive Performance” dalam
Harvard Bussines Review (Januari – Februari 1992) memperkenalkan pengukuran
kinerja perusahaan dengan nama Balanced
Scorecard. Balanced Scorecard
digunakan untuk mengembangkan usaha dan perhatian para eksekutif
pada kinerja keuangan dan kinerja non keuangan sehingga cakupannya lebih
komprehensif. Balanced Scorecard
terdiri dari kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi yang diturunkan
dari visi dan strategi perusahaan yang mendukung visi dan strategi perusahaan
secara keseluruhan. Balanced Scorecard memberikan kerangka pengukuran kinerja yang komprehensif bagi
para manajer dengan menjabarkan visi dan strategi perusahaan dalam beberapa
himpunan tolak ukur yang terkait secara logis satu sama lain.
Mahsun (2009:
160) menyataan bahwa Balanced Scorecard menyarankan bahwa kita melihat
suatu kinerja organisasi dari empat perspektif berikut: the learning and
growth perspective, the business process perspective, the customer perspective,
dan financial perspective. Keempat perspektif diatas merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keempat perspektif ini saling melengkapi
dan saling memiliki hubungan sebab akibat.
Hasil
pengukuran dengan metode Balanced Scorecard memudahkan penyusunan
program (rencana jangka pendek atau panjang). Pemilihan PDAM sebagai obyek
penelitian karena di dalam perusahaan ini penilaian kinerja yang digunakan
selama ini menitipberatkan pada aspek keuangan,
Oleh karena itu, penulis mencoba mengaplikasikan pengukuran dengan
menggunakan metode Balanced Scoreacard, supaya dapat berimbang antara
kinerja keuangan dan non keuangan. Berdasarkan uraian di atas penulis mengambil
judul : “Penilaian Kinerja Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) Dengan Konsep Balanced Scorecard ( Studi Kasus PDAM Tirta Anoa Kota
Kendari).”
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian diatas, maka yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana kinerja PDAM Tirta Anoa Kota Kendari bila diukur dengan menggunakan konsep
Balanced Scorecard?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai
dengan masalah yang telah diidentifikasi diatas, maka penelitian ini dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengetahui kinerja PDAM Tirta Anoa Kota Kendari dilihat
dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif proses internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan pada
metode Balanced Scorecard.
1.4
Manfaat Penelitiaan
Manfaat
penelitian ini adalah :
1.
Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan
dan wawasan penulis mengenai penerapan Balanced Scorecard dalam Sektor Publik
serta membandingkan antara kenyataan yang ada dalam praktek dengan teori yang
ada.
2. Bagi
perusahaan, pengukuran kinerja dengan konsep Balanced Scorecard dapat memberikan Skemaan kinerja secara
menyeluruh dilihat dari hasil penilaian masing – masing perspektif dalam Balanced Scorecard.
3. Bagi
peneliti lain, dapat memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai Balanced Scorecard terutama untuk
penilaian kinerja di sektor publik.
1.5
Ruang Lingkup
Untuk
lebih terarahnya penelitian ini, maka ruang lingkup dalam penelitian ini hanya
terbatas pada penilaian kinerja dengan konsep Balanced
Scorecard dengan menggunakan empat
perspektifnya yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif
proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Dimana data pada penelitian ini diperoleh
dari PDAM Tirta Anoa Kota Kendari
tahun 2012-2014.
BAB
II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian tentang Balanced Scorecard telah
dilakukan pada beberapa perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan. Penelitan
tersebut memaparkan bahwa pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard dinilai
lebih akurat, karena tidak hanya kinerja keuangan saja yang diukur, tetapi juga
kinerja non keuangan. Beberapa penelitian terdahulu mengenai Balanced
Scorecard:
Penelitian Ahmad Falah Rusdiyanto (2010) dengan
judul Analisis Kinerja Dengan Pendekatan Balanced Scorecard pada PDAM
Kabupaten Semarang. Dari hasil pengukuran diketahui bahwa
kinerja PDAM Kabupaten Semarang secara keseluruhan sudah cukup baik, hal
tersebut ditunjukkan dengan nilai Scorecard yang dihasilkan dari masing
– masing perspektif.
1.
Hasil pengukuran untuk perspektif
keuangan, yaitu Current Ratio, Profi Margin, Operating Ratio, diperoleh
hasil bahwa kinerja perusahaan bisa dikatakan baik, jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
2.
Hasil pengukuran kinerja perspektif
pelanggan terhadap tingkat pemerolehan pelanggan, tingkat retensi
pelanggan, tingkat profitabilitas pelanggan, serta tingkat kepuasan pelanggan,
menunjukkan tingkat kinerja yang baik, dan hanya retensi pelanggan yang
mengalami penurunan.
3.
Hasil pengukuran perspektif internal
bisnis, yaitu inovasi perusahaan dan layanan purna jual, secara keseluruhan
kinerja perusahaan menunjukkan hasil yang baik.
4.
Hasil pengukuran perpektif pembelajaran
dan pertumbuhan, mengenai produktivitas karyawan dan retensi karyawan dapat
dkatakan cukup. Sementara tingkat kepuasan karyawan juga menunjukan hasil yang
cukup baik, meskipun ada beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki.
Penelitian Andika Wiranata Saputra (2012) dengan
judul Analisis Kinerja Perusahaan yang Diukur Dengan Konsep Balanced
Scorecard pada PT Landipo Niaga Raya Kendari. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis
kinerja perusahaan setiap perspektif yang ada dalam Balanced Scorecard. Berdasarkan hasil
analisa dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaaan secara keseluruhan
menunjukan hasil yang baik jika diukur dengan pendekatan Balanced Scorecard walaupun masih ada hal-hal yang perlu dibenahi
untuk setiap perspektifnya.
1.
Dari perspektif keuangan, secara
keseluruhan belum mencapai hasil yang baik. Nilai ROI dan NPM yang belum
maksimal. Dikarenakan kinerja ROI
yang belum efisien dan NPM yang belum
efektif. Hal ini disebabkan Nilai ROI secara keseluruhan berada di bawah
standar (tingkat suku bunga) yaitu 12 %.
2.
Dari perspektif pelanggan, secara
keseluruhan mencapai hasil yang baik. Dimana profitabilitas pelanggan tiap
tahunnya mencapai peningkatan yang signifikan, begitupun tingkat kepuasan
pelanggan mencapai 100%.
3.
Hasil pengukuran perspektif internal
bisnis terdapat dua ukuran yang mencapai hasil yang baik, diantaranya
persentase efisiensi biaya administrasi yang kecil yang berkisar 2,08%-3,01%
dan efektifitas persediaan mengalami peningkatan tiap tahunnya.
4.
Pada perpektif pembelajaran dan
pertumbuhan, secara keseluruhan mencapai
hasil yang cukup baik, dimana produktifitas karyawan mengalami peningkatan tiap
tahunnya sedangkan retensi karyawan mengalami penurunan.
Aurora
(2010) yang meneliti mengenai Penerapan
Balanced Scorecard Sebagai Tolok Ukur
Pengukuran Kinerja pada RSUD Tugurejo Semarang. Dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang memungkinkan untuk
menerapkan Balanced Scorecard,
karena dengan Balanced Scorecard semua aspek dapat diukur. Penerapan Balanced
Scorecard dimungkinkan karena rumah sakit telah memformulasikan visi, misi
dan strateginya dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja rumah sakit
dikatakan cukup baik dengan menggunakan Balanced Scorecard.
Penelitian
dilakukan dengan mengambil data selama 3 tahun, yaitu dari tahun 2007-2009,
menggunakan analisis komparatif dimana peneliti melakukan evaluasi kinerja
rumah sakit antar periode kemudian membandingkan dengan target yang sebelumnya
telah ditetapkan dan kemudian diberi skor sesuai dengan kriteria. Data
diperoleh melalui studi pustaka, data sekunder Rumah Sakit Umum Tugurejo
Semarang.
Persamaan
penelitian ini dengan penelitian Aurora adalah sama sama melakukan pengukuran
kinerja dengan membandingkan data keuangan serta data kinerja yang ada
berdasarkan target yang telah ditentukan oleh pemerintah karena kebetulan obyek
penelitian yang dipergunakan oleh kedua penelitian ini adalah Organisasi publik
yang dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
Selanjutnya penelitian yang
dilakukan oleh Laura Septianie (2013) dengan
judul Penerapan Balanced Scorecard
sebagai Suatu Sistem Pengukuran Kinerja Pada Rumah
Sakit Awal Bros Makassar. Jenis penelitian ini adalah
observasional dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perkembangan sistem pengukuran kinerja dan untuk mengetahui penerapan Balanced
Scorecard sebagai suatu sistem pengukuran kinerja pada Rumah Sakit Awal
Bros di Makassar. Hasil analisis penilaian
kinerja dilihat dari perspektif customer and stakeholder dimana
pelayanan medis yang dilakukan sudah mampu memberikan kepusan pasien dan selain
itu citra rumah sakit sudah dianggap baik. Kemudian dilihat dari pespektif
keuangan terlihat ROI yang dicapai belum optimal, sedangkan TATO sudah dianggap
sesuai dengan standar dan efisiensi penggunaan biaya operasional belum efisien.
Hasil analisis mengenai
perspektif proses bisnis internal dimana tenaga medis memiliki jenjang
pendidikan dokter spesialis dan tenaga non medis memiliki jenjang pendidikan
D3. Selanjutnya dilihat dari sistem pelayanan terpadu, rata-rata sudah
menggunakan sistem berbasis komputerisasi, serta pemanfaatan fasilitas sudah
tergolong baik. Analisis mengenai perspektif employeed and organization
capacity menunjukkan bahwa dilihat dari indeks kepuasan kerja karyawan
sudah dikategorikan puas, sedangkan dilihat dari learning and training index
dianggap masih rendah dari yang distandarkan.
Persamaan
antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah menilai kinerja
organisasi dengan menggunakan empat perspektif yang kemudian disebut sebagai
konsep Balanced Scorecard. Sedangkan,
perbedaan pada penelitian ini adalah pada bidang yang digeluti oleh perusahaan
yang menjadi obyek penelitian. Pada penelitian Laura jenis perusahaan yang
dijadikan obyek adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa namun
mengutamakan laba. Sedangkan untuk penelitian ini obyek penelitiannya adalah
perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan sangat mengutamakan kepuasan konsumen.
2.2 Pengertian Kinerja
Kinerja
adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional organisasi, bagian
organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 1997). Pengukuran kinerja merupakan salah satu
faktor yang amat penting bagi organisasi. Pengukuran tersebut antara lain dapat
dipergunakan untuk menilai keberhasilan organisasi dan dapat digunakan sebagai
dasar menyusun sistem imbalan atau sebagai dasar penyusunan strategi perusahaan
atau organisasi (Cahyono, 2000).
Gitosudarmo dan Basri (2002:275)
berpendapat bahwa: ”Kinerja keuangan adalah rangkaian aktivitas keuangan pada
suatu periode tertentu dilaporkan dalam laporan keuangan yang terdiri dari laba
rugi dan neraca.” Kinerja keuangan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu
organisasi dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan.
Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan mengSkemakan
kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati.
2.3
Penilaian Kinerja
2.3.1 Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk
meningkatkan pengambilan keputusan dan akuntabilitas, sehingga dalam
penerapannya membutuhkan suatu artikulasi yang jelas mengenai misi, tujuan,
sasaran, dan berhubungan dengan hasil program (Whittaker, 1993). Hasil dari
penilaian tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan
informasi tentang pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan
memebrikan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
Menurut Gordon (2002), penilaian kinerja adalah
suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang
telah ditentukan sebelumnya. Informasi yang termasuk dalam pengukuran kinerja
antara lain :
1.
Efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa.
2.
Kualitas barang dan jasa (seberapa baik
barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai sejauh mana pelanggan
terpuaskan).
3.
Hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang
diinginkan.
4.
Efektivitas tindakan dalam pencapaian tujuan.
2.3.2 Tujuan Penilaian Kerja
Menurut Mardiasmo (2002), tujuan pengukuran kinerja adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih
baik
2.
Untuk mengukur kinerja finansial dan non-
finansial secara berimbang, sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian
strategi.
3.
Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan
manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal
congeruence.
4.
Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan
pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
Penilaian kinerja merupakan salah satu faktor yang
sangat penting bagi organisasi. Penilaian kinerja memiliki tujuan pokok yaitu
menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan perilaku dan
kinerja anggota organisasi, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
evaluasi dan pengembangan.
2.3.3 Manfaat Penilaian Kerja
Penilaian kinerja dalam suatu perusahaan pada
akhirnya tidak terlepas dari keterkaitannya untuk mencapai tujuan perusahaan
yang utama yaitu untuk meningkatkan nilai yang dimiliki perusahaan. Adapun
manfaat penilaian kinerja (Mulyadi,
1993), adalah:
1.
Mengelola operasi organisasi secara efektif dan
efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum.
2.
Membantu mengambil keputusan yang bersangkutan
dengan karyawan, seperti transfer, promosi, dan pemberhentian.
3.
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan
karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan.
4.
Untuk menyediakan umpan balik dari karyawan
mengenai bagaimana atasan manilai kinerja mereka.
5.
Menyediakan suatu dasar bagi distribusi
penghargaan.
2.3.4 Penilaian Kinerja Tradisional
Pada umumnya organisasi banyak yang masih menggunakan
pengukuran kinerja yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu lebih
sering disebut dengan pengukuran kinerja tradisioanal. Kinerja personal diukur
hanya berkaitan dengan keuangan. Kinerja lain seperti peningkatan kompetensi
dan komitmen personel, peningkatan produktivitas, dan proses bisnis yang
digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan oleh manajemen karena sulit
pengukurannya. Mulyadi (2001), ukuran keuangan tidak dapat mengSkemakan kondisi
riil perusahaan di masa lalu dan tidak mampu menuntun sepenuhnya perusahaan
kearah yang lebih baik, serta hanya berorientasi jangka pendek. Oleh karena itu
perlu adanya cara pengukuran yang dapat memicu keunggulan kompetitif organisasi
bisnis.
Kaplan dan Norton (1996: 7) memaparkan bahwa pengukuran
kinerja secara tradisional memiliki beberapa kelemahan yaitu:
a.
Ketidakmampuannya mengukur kinerja harta-harta
tak tampak (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya
manusia) perusahaan, karena itu kinerja keuangan tidak mampu bercerita banyak
mengenai masa lalu perusahaan dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke
arah yang lebih baik.
b.
Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen
operasional dan kurang mengarah pada manajemen strategis.
c.
Tidak mampu mempresentasikan kinerja intangible
assets yang merupakan bagian struktur asset perusahaan.
Pengukuran kinerja keuangan cenderung mendorong para manajer
lebih banyak memperhatikan kinerja jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka
panjang. Kinerja keuangan yang baik saat ini adalah hasil dari mengabaikan
kepentingan-kepentingan jangka panjang perusahaan. Sebaliknya kinerja keuangan
yang kurang baik saat ini bisa terjadi karena perusahaan melakukan investasi demi
kepentingan jangka panjangnya.
2.3.5 Penilaian Kinerja Pada Sektor
Publik
Sistem penilaian kinerja sektor publik adalah suatu sistem
yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja
diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system.
Penilaian kinerja sektor publik
dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, penilaian kinerja sektor publik
dilakukan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah berfokus pada tujuan
dan sasaran program unit kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi
dan efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan pelayanan publik.
Kedua, kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan
pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk
mewujudkan pertanggung jawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
2.4
BUMD (Badan Usaha Milik Daerah)
BUMD
pada dasarnya juga merupakan perusahaan negara, hanya saja dalam skala daerah.
Paling tidak di antara keduanya tidak terdapat perbedaan dalam fungsi dan
tujuan pendiriannya. Keduanya sama-sama mengemban misi pembangunan melalui
pelayanan terhadap masyarakat dan merupakan salah satu sumber pendapatan
negara. Satu-satunya perbedaan diantara keduanya adalah BUMN dikelola oleh
sebuah departemen, sedangkan BUMD oleh Pemerintah Daerah. BUMD memiliki
kedudukan sangat penting dan strategis dalam menunjang pelaksanaan otonomi.
Oleh karena itu, BUMD perlu dioptimalkan pengelolaannya agar benar-benar
menjadi kekuatan ekonomi yang handal sehingga dapat berperan aktif, baik dalam
menjalankan fungsi dan tugasnya maupun sebagai kekuatan perekonomian daerah.
Laba dari BUMD diharapkan memberikan kontribusi yang besar terhadap Pendapatan
Asli Dearah (PAD). Ketidakmampuan BUMD untuk memenuhi target sumbangan PAD adalah
salah satu masalah yang dialami hampir seluruh Pemerintah Daerah di Indonesia.
Salah
satu BUMD yang mengemban amanat dan peran strategis di daerah adalah PDAM, yang
berfungsi melayani kebutuhan hajat hidup orang banyak dan sekaligus menggali
dana masyarakat melalui perolehan keuntungan dari usahanya untuk digunakan
kembali dalam membangun sarana dan prasarana yang diperlukan oleh masyarakat.
Dengan
demikian PDAM dalam usahanya sebagai badan usaha milik pemerintah daerah, yang
melaksanakan fungsi pelayanan menghasilkan kebutuhan air minum/air bersih bagi
masyarakat, diharapkan dapat memberikan pelayanan akan air bersih yang merata
kepada seluruh lapisan masyarakat, membantu perkembangan bagi dunia usaha dan
menetapkan struktur tarif yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan masyarakat.
Dalam hal ini keberadaan PDAM sebagai BUMD dapat membantu memenuhi kebutuhan
masyarakat, menunjang bagi perkembangan kelangsungan dunia usaha dan
perkembangan ekonomi di daerah, percepatan pembangunan di daerah, karena produk
air bersih yang dihasilkan oleh PDAM merupakan barang yang essential yang
menyangkut hajat hidup orang banyak.
Di
sisi lain dengan menjual air bersih ini PDAM diharapkan juga memiliki efisiensi
sehingga memiliki kemampuan dalam memupuk dana dan menghasilkan keuntungan,
yang juga merupakan kontribusi bagi PAD. Dana dari PAD ini yang kemudian
diharapkan mampu menunjang terselenggaranya rencana pembangunan di daerah, dan
hasil pembangunan itu pada akhirnya dapat dinikmati kembali oleh masyarakat.
Maka sejalan dengan itu agar PDAM berjalan dengan tujuan dan fungsinya,
memerlukan pengelolaan yang baik dan benar dengan memperhatikan segala
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimilikinya, dalam upayanya makin
mensejahterakan masyarakat di era otonomi ini.
2.5
Konsep Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) adalah perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang
pelayanan air minum dan berbentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sangat
potensial untuk dikembangkan, sehingga dapat dijadikan salah satu sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup
besar. PDAM memiliki tujuan sosial, untuk melayani masyarakat dalam mendapatkan
air bersih dan tujuan bisnis, untuk mendapatkan keuntungan (profit oriented)
sebagai pembiayaan pelaksanaan perusahaan dan sebagai salah satu pendapatan
daerah. Salah satu tujuan PDAM adalah turut serta dalam melaksanakan pembangunan
daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional pada umumnya, dengan cara
menyediakan air minum yang bersih, sehat dan memenuhi persyaratan kesehatan
bagi masyarakat di suatu daerah (Saberan, 1997 dalam Kusuma, 2006).
Menurut
Effendy (2012:7) PDAM sebagai kepanjangan tangan Pemda mengemban tugas memberikan
pelayanan jasa kepada masayarakat dan sebagai operator pelayanan air minum,
melalui sistem yang dimilikinya. PDAM harus mampu mengupayakan dan mengelola
air agar kualiatas air meningkat, serta meningkatkan kapasitas atau cakupan
pelayanan. Untuk dapat mengetahui kinerja PDAM dapat dilihat melalui beberapa
indikator penilaian yaitu aspek keuangan, aspek pelayanan, aspek operasional
dan aspek sumber daya manusia ssesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 47 Tahun 1999. Dan pengkategorian hasil penilaian indikator pelayanan,
penyelenggaraan, pengembangan sistem penyediaan air minum dilihat melalui tiga
kriteria yaitu PDAM sehat, PDAM kurang sehat, PDAM sakit. Di samping itu,
penetapan nilai standar masing-masing indikator dilakukan dengan memperhatikan
perbedaan beban yang terjadi pada suatu PDAM, antara lain perbedaaan dari PDAM
Kabupaten dan PDAM Kota, perbedaan jenis sumber air baku dan jenis
pengolahannya, serta perbedaan dalam capaian cakupan pelayanan (BPPSPAM, 2012).
2.6
Balance Scorecard
2.6.1
Sejarah Singkat Balance Scorecard
Pada
tahun 1996 Robert Kaplan dan David Norton membuat sebuah metode yang dapat
digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja yang sesuai untuk perusahaan di
era globalisasi, bernama Balanced Scorecard. Sistem ini pertama kali
diuji coba oleh perusahaan Analog Devices
pada tahun 1987. Latar belakang pembuatan metode ini adalah pendapat kedua
orang ahli tersebut yang melihat bahwa penggunaan metode konvensional yang
digunakan oleh organisasi perusahaan yang hanya mengukur tingkat kinerja
perusahaan dari sisi finansial (tingkat keuntungan) semata sebagai bentuk
keberhasilan perusahaan. Penggunaan metode konvensional ini tentu saja tidak
lagi efektif apabila diterapkan pada era globalisasi sekarang ini dimana faktor
finansial tidak hanya sebagai penentu keberhasilan dari organisasi perusahaan. Penggunaan
Balanced Scorecard sendiri diharapkan
dapat memperbaiki system konvensional dengan menggunakan fakta yang lebih
bersifat kualitatif dan non-finansial.
Menurut
Norton dan Kaplan, Balanced Scorecard
akan mempengaruhi struktur dan sistem manajemen yang ada pada saat ini melalui
penetapan definisi-definisi pengukuran strategis dan integrasi strategi
jangka panjang ke dalam penganggaran
tahunan. Asumsi dasar dari penerapan Balanced
Scorecard adalah bahwa semua organisasi adalah institusi pencipta kekayaan
karena itu semua kegiatannya haruslah dapat menghasilkan tambahan kekayaan baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Balanced
scorecard mengukur kinerja organisasi dengan menggunakan pengukuran keuangan
dan nonkeuangan pada empat perspektif: keuangan, pelanggan, proses bisnis
internal dan pembelajaran serta pertumbuhan.
2.6.2 Definisi Balanced Scorecard
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu Balanced
dan Scorecard. Adapun beberapa pengertian Balanced Scorecard menurut
beberapa ahli:
1.
Menurut Kaplan dan Norton (1996:7) Balanced
Scorecard terdiri dari 2 kata, yaitu:
a.
Balanced:
Menunjukkan bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang dan
dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan
jangka panjang dan dari segi intern maupun ekstern.
b.
Scorecard: Yaitu kartu yang
digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang nantinya digunakan
untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya.
Jadi, Balanced
scorecard menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton (1996:
7) merupakan suatu metode penilaian yang mencakup empat perspektif untuk
mengukur kinerja perusahaan, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
2.
Menurut Suwardi L. dan Prima Biromo(2007:16)
Balanced
Scorecard merupakan suatu alat manajemen kinerja (Performance Managen Tool) yang dapat membantu oerganisasi
menerjemahkan visi dan strategi kedlam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan
indicator financial dan nonfinansial yang semuanya terjalin dalam hubumgna
sebab akibat.
3.
Menurut Anthony and Govindarajan (2003)
Balanced
Scorecard merupakan suatu alat untuk melihat jelas organisasi, meningkatkan
komunikasi, membangun tujuan-tujuan organisasional dan umpan balik bagi
strategi.
4.
Menurut Hansen dan Mowen (2006: 521)
Balanced
Scorecard adalah sistem manajemen strategi yang menerjemahkan visi dan
strategi organisasi ke dalam tujuan ukuran operasional.
5.
Menurut Tunggal (2002)
Konsep Balanced
Scorecard merupakan kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi sebagai
turunan dari strategi organisasi yang mendukung kinerja organisasi secara
keseluruhan.
6.
Menurut Mulyadi (2005)
Balanced
Scorecard adalah alat manajemen pada saat ini yang digunakan
untuk mendongkrak kemampuan organisasi dalam melipatgandakan kinerja
keuangannya.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Balanced
Scorecard merupakan alat ukur manajemen yang mampu mengimplementasikan
tujuan strategik organisasi organisasi melalui 4 perspektif dasarnya (keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan), dengan tujuan meningkatkan
performa organisasi dalam jangka panjang.
2.6.3 Karakteristik Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton (2000), menyebutkan bahwa Balanced
Scorecard merupakan sebuah sistem manajemen untuk mengimplementasikan
strategi, mengukur kinerja yang tidak hanya dari sisi finansial semata melainkan
juga melibatkan sisi nonfinansial, serta untuk mengkomunikasikan visi,
strategi, dan kinerja yang diharapkan. Dengan kata lain pengukuran kinerja
tidak dilakukan semata-mata untuk jangka pendek saja, tetapi juga untuk jangka
panjang. Sehingga suatu organisasi menggunakan fokus pengukuran Balanced
Scorecard dalam rangka untuk menghasilkan berbagai proses manajemen
penting, yaitu:
1.
Menterjemahkan Visi Dan Misi Organisasi
Untuk
menentukan ukuran kinerja perusahaan, visi organisasi dijabarkan ke dalam
tujuan dan sasaran. Visi adalah Skemaan kondisi yang akan diwujudkan oleh
organisasi di masa mendatang. Untuk mewujudkan kondisi yang diSkemakan dalam
visi, perusahaan perlu merumuskan suatu strategi.
2.
Komunikasi dan Hubungan
Balanced
scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa yang dilakukan
perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan
konsumen karena oleh tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang baik.
Untuk itu, Balanced Scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang
terdiri dari tiga kegiatan:
a.
Comunicating and educating
b.
Setting Goals
c.
Linking Reward to Performance Measures
3.
Rencana Bisnis
Rencana
bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan
rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan
berbagai macam program yang mempunyai keunggulannya masing-masing saling
bersaing antara satu dengan yang lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer
mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di
setiap departemen. Akan tetapi dengan menggunakan Balanced Scorecard sebagai
dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting
untuk diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka panjang
perusahaan secara menyeluruh.
4.
Umpan Balik dan Pembelajaran
Proses
keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan balanced
scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan dapat melakukan
monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek,
dari tiga pespektif yang ada yaitu: konsumen, proses bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan untuk dijadikan sebagai umpan balik dalam
mengevaluasi strategi.
Skema 2.1
Balanced
Scorecard
Sebagai Strategi Dalam Suatu Manajemen
Merencanakan
dan menetapkan sasaran
·
Menetapkan
sasaran
·
Memadukan
inisiatif strategi
·
Mengalokasikan
sumber daya
·
Menetapkan
tongak - tongak penting
|
Memperjelas
dan menerjemahkan visi dan strategi
·
Memperjelas
Visi
·
Menghasilkan
konsensus
|
Mengkomunikasikan
dan menghubungkan
·
Mengkomunikasikan
dan mendidik
·
Menetapkan
tujuan
·
Mengaitkan
imbalan dengan ukuraan kinerja
|
Umpan
balik dan pembelajaran strategis
·
Mengartikulasikan
visi bersama
·
Memberikan
umpan balik strategi
·
Memanfaatkan
tinjauan ulang dan pembelajaran strategi
|
Sumber : Kaplan dan Norton (2000)
Balanced
Sorecard memelihara keseimbangan antara ukuran-ukuran
strategis yang berbeda dalam suatu usaha untuk mencapai suatu keselarasan
cita-cita, sehingga dengan demikian mendorong karyawan untuk bertindak sesuai
dengan kepentingan terbaik organisasi. Ini merupakan alat untuk membantu fokus
perusahaan, memperbaiki komunikasi, menetapkan tujuan organisasi, dan
menyediakan umpan balik atas strategi.
2.6.4 Pengukuran Kinerja Dengan Balanced Scorcared
Pengukuran kinerja merupakan hal yang penting bagi suatu
organisasi, diantaranya dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan
dan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun sistem imbalan di suatu organisasi.
Pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard memiliki cakupan yang
cukup luas, karena tidak hanya mempertimbangkan aspek-aspek finansial tetapi
juga aspek nonfinansial.
Balanced
scorecard merupakan
alat pengukuran kinerja yang diperkenakan oleh Kaplan dan Norton. Balanced
scorecard awalnya digunakan untuk mengukur kinerja organisasi bisnis, namun
akhir-akhir ini mulai diterapkan untuk organisasi publik. Kedua organisasi memiliki tujuan yang berbeda,
organisasi publik orientasi pada pelanggan sedangkan organisasi bisnis
orientasi pada laba. Organisasi publik adalah organisasi yang didirikan dengan
tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini menyebabkan organisasi
publik diukur keberhasilannya melalui efektivitas dan efisisensi dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan karakteristiknya,
organisasi publik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pure nonprofit
organizations dan quasi non profit organizations (Mahsun, 2009: 163).
Pengukuran
kinerja dengan Balanced Scorecard merupakan alternatif pengukuran
kinerja yang didasarkan pada empat hal utama, yaitu keuangan, pelanggan, proses
bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan.
Untuk dapat melihat hubungan keempat perspektif dalam Balanced
Scorecard dapat dilihat pada Skema 2.2.
Skema
2.2
Hubungan Empat
Perspektif Balanced Scorecard
Pembelajaran dan Pertumbuhan
|
Sumber : Kaplan and Norton, 2000 : 28
a.
Perspektif Keuangan
Perusahaaan
pada dasarnya merupakan institusi pencipta kekayaan (wealth creating
institution). Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, hanya sebagai institusi
pencipta kekayaan saja tidak cukup. Perusahaan harus dapat mampu menjadi
pelipat ganda kekayaan (wealth-multtiplyng institutions) untuk tetap bertahan
dan tumbuh dalam lingkungan bisnis tersebut. Perusahaan harus merumuskan
sasaran-sasaran strategik pada iperspektif keuangan yang mencerminkan
kemampuannya sebagai institusi pencipta atau pelipatganda kekayaan (Mulyadi,
2005).
Perspektif keuangan memberikan petunjuk
apakah strategi perusahaan, implementtasi dan pelaksanaanya memberikan
kontribusi atau tidak dalam peningkatan laba perusahaan yang menjadi fokus
tujuan serta ukuran disetiap perspektif Balanced Scorecard. Setiap
ukuran yang terpilih harus merupakan bagian dari hubungan sebab akibat yang
pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja keuangan. Ukuran dalam perspektif
keuangan biasanya berupa peningkatan pendapatan, penurunan biaya, dan
peningkatan produktifitas, peningkatan pemanfaatan aktiva dan penurunan resiko
dapat menghasilkan keterkaitan yang diperlukan antara keempat perspektif scorecard
(Kapplan dan Norton, 2000)
1.
Masa Pertumbuhan (growth)
Pada
tahap ini perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki
produk atau jasa yang secara signifikan memiliki tingkat pertumbuhan yang baik,
sehingga di butuhkan komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru,
membangun dan mengembangkan fasilitas. Melihat tingkat investas yang tinggi,
maka tolok ukur yang dapat digunakan adalah tingkat pertumbuhan
pendapatan/penjualan (growth rate in revenues/sales)
2.
Tahap Bertahan (sustain)
Pada
tahap ini perusahaan akan mempertahankan pangsa pasar yang ada, ditengah
ketatnya persaingan. Investasi tetap dilakukan, namun lebih ditujukan untuk
mengatasi tersendatnya proses produksi missal memperbaharui peralatan produksi
yang lama. Tolok ukur yang digunakan seperti pendapatan operasional, besarnya
nilai tambah.
3.
Panen (harvest)
Tahap
ini menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan sudah mencapai titik jenuh,
sehingga yang diperlukan bagaimana caranya meningkatkan pendayagunaan
harta-harta perusahaan dalam rangka memaksimalkan arus kas masuk (cash inflow).
Perspektif keuangan juga menunjukkan seberapa baik kinerja
perusahaan kepada pemegang saham, kreditur dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan. Sehingga kaplan dan Norton juga mengemukakan perspektif
keuangan yangberorientasi pada profitabilitas, pertumbuhan dan nilai-nilai yang
memuaskan pemegang saham.
b. Perspektif
Pelanggan
Perspektif pelanggan mengukur
kinerja dari sisi pelanggan. Pelanggan cenderung akan
berpindah dan mencari produsen atau supplier lain jika kepuasannya tidak
terpenuhi. Suatu produk atau jasa semakin bernilai apabila manfaatnya
mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan pelanggan.Oleh karena itu kinerja yang baik dari perspektif ini
sangat perlu di tingkatkan. Jika kinerjanya buruk, bukan tidak mungkin,
perusahaan akan kehilangan pelanggan dimasa depan walaupun kinerja keuangan
saat ini terlihat baik. Produk dan jasa yang bernilai tinggi bagi pelanggan harus
diciptakan untuk mencapai kinerja jangka panjang yang baik.
Kaplan dan Norton (2000:
58) menjelaskan ada dua kelompok pengukuran yang terkait di dalam perspektif
peanggan, yaitu:
a. Kelompok Inti (core measurement)
1.
Pangsa pasar
Pangsa pasar mengSkemakan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit
bisnis di pasar tertentu. Hal itu diungkapkan dalam bentuk jumlah pelanggan,
uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual.
2.
Akuisisi pelanggan
Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan
baru. Akuisisi ini diukur dengan membandingkan jumlah pelanggan dari tahun ke
tahun.
3.
Retensi pelanggan
Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanggan-pelanggan
lama. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase
pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini dengan cara membandingkan
jumlah pelanggan tahun berjalan dengan tahun sebelumnya.
4.
Tingkat kepuasan pelanggan
Mengukur
seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan. Berupa umpan
balik mengenai seberapa baik perusahaan melaksanakan bisnisnya.
5.
Tingkat profitabilitas
pelanggan.
Ukuran profitabilitas pelanggan mengSkemakan seberapa besar
keuntungan yang berhasil dicapai perusahaan dari pendapatan jasa yang ditawarkan
kepada pelanggan.
b.
Kelompok Penunjang (Performance Drivers)
1.
Atribut
Produk / Jasa
Atribut produk dan jasa mencakup fungsionalitas produk atau
jasa, harga dan mutu. Dua segmen pelanggan antara pelanggan yang menginginkan
produsen berharga rendah yang terpercaya dengan pelanggan yang menginginkan
pemasok yang menerapkan produk, bentuk dan jasa yang khusus.
2.
Hubungan
Pelanggan
Dimensi hubungan konsumen mencakup penyampaian produk /jasa
kepada pelanggan, yang meliputi dimensi waktu tanggap dan penyerahan, serta
bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang
bersangkutan.
3.
Citra
dan Reputasi
Dimensi citra dan reputasi mengSkemakan faktor-faktor tak
berwujud yang membuat pelanggan tertarik kepada suatu perusahaan. Sebagian
perusahaan melalui pengiklanan dan mutu produk serta jasa yang diberikan, mampu
menghasilkan loyalitas pelanggan jauh melampaui berbagai aspek produk dan jasa
yang berwujud.
Skema
2.3
Ukuran
Utama Pada Perspektif Pelanggan
Sumber : Kaplan dan Norton, 2000: 60
c.
Perspektif Proses
Bisnis Internal
Perspektif
proses bisnis internal mengukur bagaimana efektifitas dan efisiensi
perusahaan dalam menghasilkan produk atau jasa.Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu
untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang
baik. Untuk memberikan kerangka kerja yang diperlukan untuk perspektif ini,
rantai nilai proses didefinisikan. Rantai nilai proses bisnis internal terdiri
atas tiga proses bisnisutama (Kaplan dan Norton, 2000:83) yaitu: inovasi,
operasi, dan layanan purna jual.
1.
Proses inovasi
Proses inovasi mengantisipasi keperluan yang timbul dan
potensial dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa baru untuk memuaskan
kebutuhan itu. Dalam proses inovasi, organisasi melakukan riset tentang
kebutuhan pelanggan dan mengubah data tentang kebutuhan pelanggan tersebut
menjadi berbagai atribut yang didesain ke dalam produk dan jasa. Tujuan proses
inovasi meliputi hal: peningkatan jumlah produk baru, peningkatan persentase
pendapatan dari produk yang dimiliki, dan penurunan waktu untuk mengembangkan
produk baru.
2.
Proses operasional
Proses operasional menghasilkan dan memberikan produk dan
jasa yang telah ada kepada pelanggan. Dalam proses operasi, produk dan jasa
yang telah didesain kemudian diproduksi dan diserahkan kepada pelanggan. Tujuan
proses operasional yang hampir selalu disebutkan dan ditekankan, yaitu:
peningkatan kualitas proses, peningkatan efisiensi proses, dan penurunan waktu
proses.
3.
Proses pelayanan purna jual
Proses jasa pasca penjualan merupakan kecepatan penanganan
keluhan maupun pengaduan pelanggan serta sejauh mana perusahaan memberikan
pelayanan pasca penjualan kepada pelanggannya seperti produk rusak, service,
garansi dan sebagainya. Dalam proses layanan pasca jual, organisasi menyediakan
layanan bagi pelanggan setelah produk dan jasa diserahkan kepada pelanggan.
Skema 2.4
Perspektif proses
bisnis internal : Rantai Nilai Proses
Kebutuhan Pelanggan Diketahui
|
Kebutuha Pelanggan Terpuaskan
|
Sumber: Kaplan and Norton
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan mengukur kinerja perusahaan dari sisi sumber daya manusia yang dimiliki
perusahaan. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan
Norton, 2000: 110):
1.
Kepuasan Karyawan
Hal yang perlu
ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Untuk
mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara
reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam
pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan
untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan.
Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian
moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen.
2.
Kemampuan Sistem Informasi
Perusahaan
perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan.
Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah
didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi
tersebut.
3.
Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan
Pegawai yang memiliki informasi yang
berlimpah tidak akan memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha, apabila
mereka tidak mempunyai motivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan
perusahaan atau tidak diberi kebebasan dalam pengambilan keputusan atau
bertindak.
2.6.5
Keunggulan Balanced Scorecard
Balance Scorecard memiliki beberapa keunggulan
(Gunawan, 2000 dalam Srimindarti, 2004):
a.
Komprehensif
Balance
Scorecard menekankan pengukuran kinerja tidak hanya aspek kuantitatif saja,
tetapi juga aspek kualitatif. Keempat perspektif menyediakan keseimbangan
antara pengukuran eksternal seperti laba, sedangkan pada ukuran internal
seperti pengembangan produk baru.
b.
Koheren
Balance
Scorecard mengharuskan personil untuk menentukan hubungan sebab akibat
diantara berbagai sasaran yang dihasilkan dalam setiap perencanaan. Setiap
sasaran yang ditetapkan dalam perspektif keuangan harus mempunyai hubungan
kausal dengan sasaran keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
c.
Seimbang
Keseimbangan
sasaran yang dihasilkan oleh sistem perencanaan penting untuk menghasilkan
kinerja keuangan yang berjangka panjang.
d.
Terukur
Keterukuran
sasaran yang dihasilkan oleh sistem perencanaan menjanjikan ketercapaian
berbagai sasaran yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Balance Scorecard
mengukur sasaran-sasaran yang sulit untuk diukur. Sasaran pada perspektif
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan
sasaran yang tidak mudah untuk diukur, namun dalam Balance Scorecard sasaran
ketiga perspektif non keuangan tersebut dapat diukur.
2.7 Kerangka Pikir
Kerangka
pemikiran pada penelitian ini dibangun berdasarkan pada landasan teori yang
diuraikan sebelumnya. Penelitian ini menjelaskan mengenai pengukuran kinerja
suatu perusahaan secara keseluruhan yang menggunakan konsep Balanced
Scorecard yang diukur
dengan empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, persepektif pelanggan,
perspektif internal bisnis, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.
Perspektif keuangan memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan dan
implementasinya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba
perusahaan. Perspektif pelanggan memungkinkan manajer untuk mengartikulasikan
strategi yang berorientasi pada pelanggan dan pasar yang nantinya akan
memberikan keuntungan finansial masa depan yang lebih besar. Kemudian
Perspektif proses bisnis internal memberikan informasi menyangkut proses
internal perusahaan yang akan berdampak kepada kepuasan pelanggan dan
pencapaian tujuan finansial perusahaan. Sementara Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam
menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang.
Untuk
memudahkan penelitian, kerangka pikir tesebut dapat disajikan
pada skema
di bawah ini :
Skema 2.5
Kerangka Pemikiran
Penilaian Kinerja dengan Konsep Balanced Scorecard
|
Perspektif Proses
Bisnis Internal
|
Perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan
|
PDAM Tirta Anoa
Kota Kendari
|
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Objek
dari penelitian ini adalah penilaian kinerja dengan konsep Balanced Scorecard pada PDAM Tirta Anoa Kota Kendari Tahun
2012-2014, yang beralamat
di
Jalan R. Suprapto
No. 90 A. Kendari.
3.2
Populasi dan Sampel
Populasi
adalah keseluruhan orang yang menjadi sasaran dalam penelitian (Mukhtar,
2013:93). Sampel adalah bagian kecil dari populasi yang dianggap dapat mewakili
populasi secara keseluruhan (Mukhtar, 2013:93).
Teknik
sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah probability sampling yaitu
simple random sampling. Dikatakan simple (sederhana) karena
pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi itu. Ukuran sampel pada penelitian ini
ditentukan dengan menggunakan Rumus Slovin sebagai berikut:
Keterangan :
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e²= Prosentase
kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih
ditolerir, yaitu 10 %
3.3
Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1.
Data Kualitatif
yaitu data yang diperoleh dari perusahaan dalam bentuk informasi baik secara
lisan maupun secara tulisan.
2.
Data kuantitatif, yaitu data yang berupa
angka-angka yang mempunyai hubungan dengan penelitian ini yang diolah sebagai
bahan analisis untuk memperoleh kesimpulan, berupa
angka-angka secara tertulis seperti : data neraca serta laporan laba rugi.
3.3.2
Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.
Data Primer merupakan data yang
diperoleh dari pihak pertama tanpa media perantara. Dalam penelitian ini data
primer yang dikumpulkan dan diperoleh dari hasil wawancara dan hasil kuesioner
dari karyawan PDAM Kota Kendari.
2.
Data sekunder adalah data yang diperoleh
dari pihak lain melalui media tertentu, seperti laporan keuangan, akta
pendirian perusahaan, brosur dan sebagainya (Yvonne Augustine dan Robert,
2013:90). Data sekunder dalam
penelitian ini meliputi buku, jurnal, skripsi, internet, buku referensi,
dokumen atau laporan perusahaan, serta sumber-sumber lain yang berhubungan
dengan penelitian.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a.
Wawancara
Wawancara
adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi
langsung dari sumbernya. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan
mengadakan tanya jawab langsung kepada pihak-pihak yang berkompeten di PDAM.
b.
Kuesioner
Kuisioner
merupakan metode pengumpulan data secara langsung yang dilakukan dengan
mengajukan daftar pertanyaan kepada responden. Kuisioner
dalam penelitian
digunakan untuk karyawan yang bertujuan untuk
mengetahui kepuasan
karyawan terhadap PDAM di
mana mereka bekerja.
c.
Dokumentasi
Yaitu
berupa data laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi), serta data yang
mencakup perspektif pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan
pertumbuhan.
d.
Studi pustaka
Yaitu merupakan teknik
pengumpulan data berdasarkan sumber-sumber yang diperoleh dari literatur yang
membahas mengenai pengukuran kinerja Balanced Scorecard yaitu
dari buku, jurnal, maupun internet.
3.5
Metode Analisis Data
Analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang
akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri maupun orang lain.
Metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a.
Analisis deskriptif kualitatif
Metode yang digunakan
untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku secara umum atau generalisasi (Sugiyono, 2009). Metode kualitatif ini digunakan
untuk pengukuran kinerja proses bisnis internal.
b.
Analisis deskriptif kuantitatif
Analisis
yang datanya dapat dihitung yang mengukur kinerja masing-masing perspektif.
Data kuantitatif diperoleh dari ikhtisar laporan keuangan perusahaan selama
tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.
Rumus-rumus yang digunakan untuk mengukur kinerja
masing-masing perspektif adalah sebagai berikut :
1. Mengukur kinerja perspektif keuangan
a.
Current
Ratio ( CR ) =
b. Profit Margin ( PM ) =
x 100%
c. Return On Investment (ROI ) =
x
100%
2.
Mengukur Kinerja Perspektif Pelanggan
a. Tingkat
Pemerolehan Pelanggan=
x 100%
b. Tingkat
Retensi Pelangan =
x 100%
c. Tingkat
Kepuasan Pelanggan = Menggunakan data pengaduan pelanggan PDAM
Kota Kendari
d. Tingkat
Profitabilitas Pelanggan =
x 100%
3. Kinerja Perspektif
Bisnis Internal
a. Inovasi
= Pengukuran ini dilakukan dengan melihat data perusahaan, inovasi apa yang dikembangkan pada
tahun tersebut.
b. Layanan
Purna Jual = Pengukuran ini dilakukan dengan melihat data perusahaan, layanan apa yang diberikan
perusahaan terhadap produk/jasa yang telah dibayar oleh pelanggan.
4. Kinerja Perspektif Pembelajaran dan
pertumbuhan
a. Retensi
Karyawan =
x 100%
b. Produktifitas
Karyawan =
x 100%
c. Tingkat
Kepuasan Karyawan, pengukuran ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner
kepada karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan, pengolahan data
adalah sebagai berikut
a. Data-data kualitatif yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh
para responden diubah menjadi data kuantitatif dengan memberikan skor pada
masing-masing pilihan jawaban dengan skala likert seperti yang dikemukakan oleh
Sugiyono (2002 : 74) sebagai berikut :
1 = Sangat Tidak Setuju
(STS)
2 = Tidak Setuju (TS)
3 = Netral (N)
4 = Setuju (S)
5 = Sangat Setuju (SS)
b. Dari hasil penjumlahan seluruh nilai yang diperoleh dari seluruh
responden akan diketahui pencapaian indeks kepuasan karyawan, seperti yang dirumuskan
oleh Sugiyono (2002 :79) sebagai berikut:
IKK = PP
Dimana :
IKK = Indeks kepuasan karyawan
PP = Perceived Performance
c.
Setelah diketahui IKK dari
seluruh responden kemudian digolongkan pada skala : 1) sangat tidak puas, 2)
tidak puas, 3) cukup, 4) puas, 5) sangat puas.
Untuk menentukan skala ini ditentukan terlebih dahulu indeks
kepuasan minimal dan indeks kepuasan maksimal, interval yang dapat dicari dari
pengurangan antara indeks kepuasan maksimal dengan indeks kepuasan minimal
dibagi lima, seperti yang dirumuskan oleh Sugiyono (2002 : 80) sebagai berikut
:
IKmaks =
RxPPxEXmaks
IKmin = RxPPxEXmin
Interval = (IKmaks – IKmin)
Dimana :
PP = Banyaknya item pertanyaan
R =
Jumlah responden
Exmin =
Skor minimal yang bisa diberikan
Exmaks = Skor maksimal yang bisa diberikan
d.
Mengartikan nilai minimal
yang harus diperolah responden untuk dapat dikategorikan puas, dengan melihat
nilai minimal yang harus dicapai seluruh responden untuk bisa dikategorikan :
1) sangat tidak puas, 2) tidak puas, 3) cukup puas, 4) puas, 5) sangat puas.
3.5 Pengujian
Instrumen Penelitian
Pengujian
ini dilakukan untuk menguji kuesioner yang nantinya dipergunakan untuk mengukur
kepuasan karyawan. Berdasarkan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
diperoleh hasil yang benar-benar obyektif, yang dikenal dengan istilah
validitas. Selain itu perlu juga diuji konsistensinya yang dikenal dengan
istilah reliabilitas. Validitas dan reliabilitas merupakan dua syarat dalam
menentukan baik atau tidaknya suatu penelitian.
a. Uji
Validitas
Uji Validitas digunakan untuk mengukur
sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika
pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur
oleh kuisioner tersebut. Mengukur validitas dapat dilakukan dengan tiga cara
(Ghozali, 2012):
1.
Melakukan korelasi antar skor butir
pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel.
2.
Uji validitas juga dapat dilakukan
dengan melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan
total skor konstruk.
3.
Uji dengan Confirmatory Factor
Analysis (CFA) untuk menguji apakah suatu konstruk mempunyai
undimensionalitas atau apakah indikator-indikator yang digunakan dapat
mengkonfirmasikan sebuah konstruk atau variabel.
Pengujian
validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson
dengan tarif signifikan = 5%.
b.
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat untuk
mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator atau konstruk. Suatu
kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap
pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu kewaktu. Pengukuran
reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (Ghozali, 2012) :
1.
Reapeted measure atau
pengukuran ulang. Di sini, seseorang akan disodori pertanyaan yang sama pada
waktu yang berbeda, dan kemudian dilihat apakah ia tetap konsisten dengan
jawabannya.
2.
One shot atau
pengukuran sekali saja. Di sini pengukurannya hanya sekali saja dan kemudian
hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan yang lain atau mengukur korelasi antar
jawaban pertanyaan. SPSS memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas
dengan uji statistik Cronbach Alfa (α). Suatu konstruk atau variabel dikatakan
reliabel jika nilai Cronbach Alfa > 0.60 (Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2012).
Dalam penelitian ini,
reliabilitas diukur dengan menggunakan metode one shot, yaitu dengan uji
statistik Cronbach Alfa. Variabel dikatakan reliabel, jika Cronbach alpha >
0,6 dan uji selanjutnya dapat dilanjutkan karena angket dinyatakan reliabel.
3.6
Definisi Operasional Variabel
Pengertian
operasional variabel adalah melekatkan arti pada suatu variable dengan cara
menetapkan kegiatan atau tindakan yang perlu untuk mengukur variabel itu.
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007).
Operasional
variabel diperlukan untuk menentukan jenis, indikator, serta skala dari
variabel-variabel yang terkait dalam penelitian, sehingga pengujian dapat
dilakukan secara benar, sesuai dengan judul penelitian. Operasional variabel
penelitian dalam penelitian ini meliputi variable yang berkaitan dengan Balance
Scorecard.
Menurut
Kaplan dan Norton (1992) Balance Scorecard meliputi ukuran keuangan dan
nonkeuangan, yang terdiri atas:
a.
Kinerja
Perspektif keuangan
Penilaian kinerja keuangan perusahaan
berhubungan dengan pengukuran profitabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu (Riyanto, 2001).
Rasio-rasio yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Current
Ratio
Kemampuan
untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar.
2. Profit
Margin
Merupakan
keuntungan bersih dibagi dengan penjualan bersih, dan dinyatakan dalam
persentase.
3. Return
on Investment (ROI)
Kemampuan
dari modal yang diinvestasikan dalam kesekuruhan aktiva untuk menghasilkan
keuntungan bersih. Rasio keuntungan bersih terhadap total aset dinyatakan dalam
persen.
Untuk
menghitung rasio dalam perspektif keuangan digunakan laporan keuangan tahunan
perusahaan, yaitu Laporan Keuangan PDAM Kota Kendari tahun 2012 sampai 2014.
Selanjutnya hasil dari perhitungan rasio dibandingkan antara periode satu
dengan periode yang lain, apakah dari rasio tersebut terdapat kenaikan atau
penurunan kinerja.
b.
Kinerja
Perspektif Pelanggan
Pengukuran kinerja dalam
perspektif ini meliputi :
1. Tingkat
Pemerolehan Pelanggan (Customer Acquisition)
Akuisisi
pelanggan mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan baru,
merupakan jumlah pelanggan baru dibagi jumlah keseluruhan pelanggan dinyatakan
dengan persen.
2.
Tingkat Retensi Pelanggan (Customer
Retention)
Retensi
pelanggan mengukur sejauh mana keberhasilan perusahaan dalam mempertahankan
pelanggan lama, merupakan jumlah pelanggan lama dibagi jumlah pelanggan
dinyatakan dalam persen.
3.
Tingkat Kepuasan Pelanggan (Customer
Satisfaction)
Kepuasan
pelanggan mengukur seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan
perusahaan.
4.
Tingkat Profitabilitas Pelanggan (Customer
Profitability)
Profitabilitas
pelanggan mengukur seberapa besar keuntungan-keuntungan yang berhasil diraih
oleh perusahaan dari penjualan produk atau jasa kepada para pelanggan,
merupakan keuntungan jasa/produk dibagi total pendapatan neto jasa/produk
dinyatakan dalam persen.
c.
Kinerja
perspektif Proses Bisnis Internal
Adapun
ukurannya sebagai berikut :
1.
Inovasi, yaitu untuk mengetahui jumlah
produk/ jasa yang ditawarkan dibandingkan dengan jumlah produk/jasa perusahaan
yang telah ada.
2.
Layanan Purna Jual, yaitu untuk
mengetahui bagaimana tindakan perusahaan dalam berupaya untuk memberikan
manfaat tambahan kepada konsumen dalam berbagai bentuk layanan.
d.
Kinerja
perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan.
Perspektif ini bertujuan mendorong
perusahaan menjadi organisasi belajar (learning organization) sekaligus
mendorong pertumbuhannya. Proses belajar dan perkembangan organisasi
bersumber dari tiga prinsip: People, system, dan organizational procedur.
Adapun pengukurannya
sebagai berikut :
1.
Kepuasan karyawan, mengukur tingkat
kepuasan karyawan, pengukuran dilakukan dengan survei kepuasan karyawan
menggunakan kuesioner yang akan dibagikan kepada karyawan PDAM Kota Kendari .
2.
Retensi karyawan, merupakan kemampuan
perusahaan untuk mempertahankan selama mungkin pekerja yang diminati perusahaan
dengan membandingkan jumlah karyawan yang keluar dengan jumlah seluruh karyawan
pada tahun 2012 sampai tahun 2014.
3.
Produktivitas karyawan, untuk mengetahui
produktivitas karyawan dalam periode tertentu dengan membandingkan keuntungan
jasa dengan jumlah karyawan selama tahun 2012 sampai tahun 2014.